prabujitu
A. Siapakah Prabu Siliwangi?
Sosok Prabu Siliwangi selalu menjadi penelitian sejarah sampai kini, untuk diketahui
hakikat personalitas dan pesan-pesan moral luhur yang ditinggalkannya. Beliau dikenal
sebagai Raja Kerajaan Pakuan Pajajaran yang mencapai era keemasan. Di akhir-akhir masa
pemerintahannya bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Tanah Priangan. Sebagian
dari ajaran beliau (atau ajaran masyarakat Sunda di era beliau) di bidang kemiliteran,
mendapat perhatian besar menjadi inspirasi strategi kemiliteran era modern.
Dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa, tim penulis sejarah Kodam Siliwangi
menjelaskan sosok Prabu Siliwangi sebagai berikut:
“Menurut sumber-sumber prasasti bahwa Prabu Niskala Wastukancana atau Prabu
Wangi memerintah di Kawali-Galuh, Priangan Timur. Prabu Wangi pada usia muda sekali
telah dinobatkan menjadi raja. Oleh karenanya kekuasaan pemerintahannya lama sekali,
yaitu selama 104 tahun sejak 1363 sampai 1467. Pada prasasti Kawali dikatakan bahwa
Prabu Niskala Wastukancana dalam pemerintahannya yang lama itu mencapai masa
kejayaan dan kemakmuran negaranya, keraton kerajaannya bernama Surawisesa. Dengan
demikian Prabu Wangi sebagai raja, sangat terkenal di kalangan masyarakat luas.
Rahiyang Dewa Niskala yaitu putra Prabu Niskala Wastukancana, yang berarti pula
ayah Prabu Siliwangi, tidak dijumpai dalam babad, wawacan, atau cerita pantun. Sedangkan
nama Prabu Siliwangi, sebagai cucu Prabu Wangi, selalu menjadi tokoh dalam babad,
wawacan, dan cerita pantun. Sehingga dengan demikian (nama) Prabu Siliwangi tersebar
luar dan dikenal baik di kalangan rakyat luas.
Dalam naskah Carita Parahiyangan dikatakan bahwa pengganti Prabu Wangi yang
kemudian terkenal sebagai tokoh kedua dalam pemerintahan kerajaan (Pajajaran) ialah:
Ratu Purana, Prabu Guru Dewataprana, Ratu Jayadewa, Sri Baduga Maharaja dan ada lagi
nama-nama yang lainnya. Raja ini memerintah di Pakuan Pajajaran selama 39 tahun (tahun
1474-1513). Jadi pemerintahannya itu tidak lagi di Kawali-Galuh, Priangan Timur; melainkan
di daerah Priangan Barat, sekitar daerah Bogor.
Berdasarkan prasasti yang ada, hanya Sri Baduga seorang yang secara resmi pernah
berganti gelar. Mula-mula bergelar Prabu Guru Dewataprana, kemudian ia berganti gelar
menjadi Sri Baduga Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Nama atau gelar baru ini sangat indah karena itu dalam Carita Parahyangan, ia
disebut “Sriman Sri Wacana”. Artinya, yang termasyhur bernama indah. Gelar dalam
prasasti Batutulis disebut ngaran dan nama yang termasyhur (harum = wangi). Dalam
bahasa Sunda disebut wawangi atau wangi. Karena pernah berganti gelar itulah
kemungkinan besar (alasan) rakyat menyebut Sri Baduga dengan Siliwangi, yang artinya
berganti nama atau gelar. Demikian pula dalam babad dikatakan bahwa Siliwangi itu berarti
“asilih wawangian”.
Kata “silih” yang berarti menggantikan dan “wangi” yang berarti harum atau
masyhur, mengandung arti secara simbolik, bahwa Prabu Siliwangi menggantikan Prabu
Wangi dalam segala kejayaan dan kebesarannya. Maka dapat kita katakan, bahwa masa
9
Siliwangi adalah masa kejayaan Pajajaran, seperti halnya masa kejayaan Kedatuan Sriwijaya
atau Keprabuan Majapahit.” (Jarahdam Siliwangi, 1968: 7-8).
Sulyana WH et al. menegaskan, sosok Prabu Siliwangi adalah Sri Baduga Maharaja,
yang memimpin Kerajaan Pakuan Pajajaran. Wilayah Pajajaran ketika itu meliputi Banten,
Pontang, Cigede, Tamgara, Kalapa, Karawang, dan Cimanuk. Selain itu, Sri Baduga juga
dikenal sebagai “Ratu Pakuan” dan “Ratu Sunda”. (Sulyana et al., 2006: 38).
Prabu Siliwangi memiliki isteri yang beragama Islam, bernama Subang Larang.
Darinya Prabu Siliwangi memiliki anak Walangsungsang, Rara Santang, Rajasangara, dan
lainnya. Mereka semua beragama Islam. Oleh guru agama Islam di Ampara Jati, Syekh Datuk
Kahfi, Walangsungsang diberi nama Ki Samadullah. Tahun 1445 Ki Samadullah ini
mendirikan pemukiman di hutan pantai, dengan nama Cirebonlarang atau Cirebonpasisir.
Selanjutnya pemukiman ini dipimpin Ki Danusela.
Setelah naik Haji, Walangsungsang diberi gelar Haji Abdullah Iman dari gurunya di
Makkah. Walangsungsang juga menikahi putri Ki Danusela, Renta Riris (Kancanalarang).
Setelah Ki Danusela wafat, Walangsungsang menggantikan menjadi pemimpin
Cirebonlarang. Dengan bantuan keuangan kakeknya, Ki Gedeng Tapa, Walangsungsang
membangun keraton pasukan. Bahkan Sri Baduga merestui dengan mengutus Ki Jagabaya
untuk menyampaikan tanda kekuasaan dan memberi gelar kepada Walangsungsang, Sri
Mangana.
Syarif Hidayat, putra Rara Santang atau cucu Prabu Siliwangi, datang dan menetap di
Cirebon, lalu menjadi guru agama Islam menggantikan Syekh Datuk Kahfi yang wafat.
Walangsungsang menobatkan dia menjadi Tumenggung Cirebon. Saat Syarif Hidayat
menjadi tumenggung, agama Islam telah menyebar hingga ke Kuningan dan Laragung. Pada
tahun 1482 Syarif Hidayat diangkat menjadi raja Cirebon dengan gelar Susuhunan Jati.
(Sulyana et al., 2006: 39-40).
Dapat dimengerti, akhir era kekuasaan Prabu Siliwangi dekat dengan awal
berkembangnya Islam di Tanah Priangan. Bisa dikatakan, beliau ikut berjasa mendukung
berkembangnya dakwah Islam itu sendiri, dengan menikahi seorang wanita bangsawan
Muslimah, Subang Larang, dan bersikap toleran. Prabu Siliwangi juga membolehkan anakanaknya dari Subang Larang memeluk agama seperti ibunya; suatu sikap yang sulit untuk di
zamannya. prabujitu login
B. Zaman Keemasan Prabu Siliwangi
Menurut tim sejarah Kodam Siliwangi (1968), masa pemerintahan Prabu Siliwangi
pada tahun 1474-1513. Namun menurut Sulyana WH et al., pada tahun 1482-1521. Ratarata penulis sejarah sepakat, kekuasaan Raja Siliwangi ketika itu adalah Pakuan Pajajaran, di
wilayah Priangan Barat. Mungkin karena kepemimpinan yang mirip antara Prabu Wangi di
Kawali Galuh dan Sri Baduga di Bogor dan sekitarnya, beliau dijuluki “Pengganti Prabu
Wangi” alias Siliwangi.
Kebesaran dan kejayaan yang dialami Pajajaran seperti yang dikemukakan K.F. Holle,
tahun 1969, meskipun hanya sepintas saja, namun dapatlah kita ketahui suasana
masyarakat masaPajajaran. Bila kita telaah, pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi
hampir tidak terduga, karena demikian teraturnya mulai dari sistem pemerintahan, sistem
agama, ilmu falak dan topografi, ilmu perang, ilmu pengetahuan bahasa asing dan kerajinan
tangan seperti membatik. (Jarahdam, 1968: 8).
10
Sri Baduga merupakan raja bijaksana, sehingga atas karunia Tuhan rakyat Pajajaran
hidup sejahtera. Beliau membangun parit pertahanan dan membuat beberapa prasasti
(Kebantenan dan Batutulis). Pakuan menjadi kota terbesar kedua di Nusantara, setelah
Demak dengan penduduk berjumlah 50 ribu jiwa. Masa pemerintahan Sri Baduga disebut
juga masa Gemuh Pakuan, yaitu kota Pakuan berpenduduk banyak. (Sulyana et al., 2006: 38).
C. Strategi Perang Prabu Siliwangi
Menurut lembaran-lembaran yang dinamakan Sangyang Siksakandang Karesian
(SSK) yang berjumlah 30 lembaran, ditulis pada tahun 1518, di dalamnya terkandung nilainilai strategi kemiliteran yang berlaku di zaman Prabu Siliwangi. Naskah SSK itu kini
disimpan di Museum Pusat dengan nomer kode Kropak 630 (Manuskrip Sunda B).
Berikut ini adalah 20 strategi militer era Prabu Siliwangi:
1. Makarabihwa. Mengalahkan musuh tanpa berperang, melainkan dengan menggunakan
kekuatan pengaruh; yaitu merusak kekuatan musuh dari dalam, sehingga mereka sudah
kalah sebelum berperang.
2. Katrabihwa. Pembagian posisi prajurit saat menyerang, ada dari atas dengan senjata
panah; ada dari bawah dengan senjata tombak dan berkuda.
3. Lisangbihwa. Sebelum perang dilakukan, Hulu Jurit (Panglima Perang) mengumpulkan
pasukan untuk memberi motivasi dan membakar semangat juang, agar punya semangat
mengalahkan lawan meskipun kekuatan pasukan seadanya.
4. Singhabihwa. Mengalahkan musuh dengan memasukkan tim kecil penyusup ke barisan
musuh. Tim kecil berisi 5 orang ini bekerja mempengaruhi mental musuh, sehingga
musuh bisa hancur oleh pikirannya sendiri.
5. Garudabihwa. Memecah kekuatan pasukan pada titik-titik yang tersebar. Setiap titik
berjumlah sekitar 20 orang. Saat menyerang dilakukan secara serentak, kemudian
setelah itu mnyebar kembali seperti semula, hingga dilancarkan serangan berikutnya.
6. Cakrabihwa. Menyusup ke wilayah musuh secara rahasia, untuk menyembunyikan
senjata. Senjata dibutuhkan untuk peperangan suatu saat nanti. Penyusup haruslah
prajurit yang terlatih dan sangat mengenal medan.
7. Sucimuka. Upaya pembersihan sisa-sisa kekuatan musuh, setelah perang berakhir.
Biasanya musuh masih ada yang bersembunyi dan berlindung diri. Upaya ini dilakukan
agar musuh kalah secara total, dengan tidak mampu membangun kekuatan kembali.
8. Brajapanjara. Mengambil kekuatan musuh untuk dididik dan dilatih menjadi orang
kepercayaan. Nantinya dia dikembalikan ke asal daerahnya untuk menjadi mata-mata;
guna melaporkan kekuatan musuh, senjata yang dipakai, dan strategi perangnya.
9. Asumaliput. Kemampuan mencari persembunyian yang tidak diketahui oleh musuh.
10. Meraksimpir. Bila pasukan berada di daerah rendah, dan musuh berada di daerah
tinggi; maka strateginya adalah menggunakan tombak dan kuda.
11. Gagaksangkur. Bila musuh berada di daerah rendah, dan pasukan berada di daerah
tinggi; maka dilakukan serangan seperti meloncat atau sergapan.
12. Luwakmaturut. Gerakan pasukan mengejar musuh yang melarikan diri, sampai
ditemukan tempat persembunyiannya.
13. Kudangsumeka. Bila menyusup ke daerah musuh harus bisa menyembunyikan pedang
yang dibawa, atau membawa pedang ukuran kecil.
14. Babahbuhaya. Cara menghimpun pasukan ketika terdesak, misalnya dengan
memotivasi mental, semangat; diarahkan ke mana harus melarikan diri, memilih tempat
berlindungi, menghindari pengejaran, dan lainnya.
11
15. Ngalinggamanik. Prajurit yang terlatih dipersenjatai dengan senjata rahasia atau
senjata aneh kerajaan, dan dilatih mengendalikannya sebaik mungkin.
16. Lemahmrewasa. Cara berperang di hutan, ketika posisi terdesak, dengan menggunakan
sarana-sarana senjata seadanya seperti batu dan batang pohon.
17. Adipati. Teknik melatih prajurit komando yang memiliki kemampuan handal, melebihi
kemampuan prajurit biasa.
18. Prebusakti. Prajurit diberi latihan kesaktian, dengan cara supranatural (menggunakan
kekuatan makhluk ghaib); agar memiliki kemampuan melebihi pasukan biasa.
19. Pakeprajurit. Prajurit pilihan ditugaskan berunding untuk mencapai perdamaian,
karena raja menitahkan tidak menempuh cara perang; meskipun komandan pasukan
ingin berperang.
20. Tapaksawetrik. Cara-cara berperang di air, menggunakan senjata di air, mengelabui
musuh, mendekati musuh melalui jalur air. (Strategi Perang Sunda. Sumber:
saunggalah.blogspot.com, 6 Januari 2012).
Jika strategi di atas dicermati dengan seksama, sebagiannya masih relevan dengan
kondisi kekinian. Misalnya memasukkan unsur-unsur penyusup ke barisan musuh. Hal ini
termasuk bagian operasi intelijen dan digunakan berbagai negara dalam menghadapi konflik.
Adapun strategi yang didasarkan pada alat-alat senjata tradisional, tentu harus disesuaikan.
Begitu juga, pembentukan pasukan komando, teknik berperang di air, teknik melarikan diri
dari kejaran musuh dan sebagainya, masih banyak digunakan sampai kini.
D. Wangsit Siliwangi
Menurut cerita, sebelum wafatnya Prabu Siliwangi sempat menyampaikan wangsit,
pesan-pesan berisi nasehat. Diucapkan kepada Deudeuheus, di hulu Sungai Ciujung,
sebelum akhirnya beliau menyepi ke tengah hutan.
Isi wangsit Prabu Siliwangi adalah sebagai berikut:
“Sing saha bae anu ngagunakeun ngaran Siliwangi atawa ngarasa jadi sakeleser
Siliwangi manehna bakal nanjung hirupna, bakal mulya gumelarna kawangikeun sabuwana
panca tengah, (nya’ eta) lamun manehna jujur, sinatria, teuneung, gumati ka si leutik, nyaah
ka rahayat, sarta wibawa ka sasama. Sabalikna hirupna moal panggih jeung kaseunangan,
bakal lara balangsak saeundengna lamun ingkar tina patokan anu tadi.”
Terjemah bahasa Indonesia:
Barangsiapa menggunakan nama Siliwangi dan merasa dirinya menjadi sakeleser
Siliwangi akan agung hidupnya, mulia gelarnya, dan akan harum ke semua penjuru dunia,
yaitu apabila dia jujur, kesatria, memperhatikan si kecil, sayang kepada rakyat, dan wibawa
ke sesama. Sebaliknya, hidupnya tak akan mendapat kesenangan, akan lara sengsara
selamanya, apabila ingkar dari patokan tersebut. (Subiantoro, 2004: 30).
No comments:
Post a Comment